Ida de Meester, Belanda
Akhir tahun 2001, suami mendapat tugas penempatan di negri
tetangga yaitu Kamboja, tepatnya di Pnom-Penh. Sebelum pindah saya dan suami
sudah pergi kesana melihat situasi, suami bertemu dengan counterpart sementara
saya kebagian urusan domestik seperti mencari rumah, sekolah dll.
Disaat mengunjungi rumah-rumah yang rencananya akan kami
tempati, saya mendapati kalau furniture yang mereka sediakan, tidak memenuhi
selera kami , baik model dan bahannya, dan sayapun memutuskan untuk berkeliling
mencari toko furniture dan menemukan hanya ada satu toko furniture dengan
selera yang sesuai dengan kami.
Mereka mendatangkan barang tersebut dari Bali, saya memperhatikan model dan harga yang tertera.
Mereka mendatangkan barang tersebut dari Bali, saya memperhatikan model dan harga yang tertera.
Singkat cerita kami sekeluarga pindah, anak-anak segera
bersekolah di Pnom-Penh International School, dan si bungsu masih di taman
bermain karena masih berusia 3 tahunan.
Suatu hari saya terlibat dengan perayaan International day
dengan membuka stand Indonesia, berdampingan dengan Malaysia, dan Brunei.
Ada beberapa wayang golek, kain-kain tenun dan batik juga beberapa hidangan khas Indonesia di meja saya.
Ada beberapa wayang golek, kain-kain tenun dan batik juga beberapa hidangan khas Indonesia di meja saya.
Para pengunjung berdatangan dan dengan antusias bertanya apakah saya punya toko
dimana mereka akan bisa berbelanja barang yang saya tampilkan. Saya terkejut
dengan reaksi tersebut, dengan keberanian yang tersisa sayapun mengatakan bahwa
toko belum resmi di buka, tapi kalian bisa melihat contoh barang di rumah saya,
dan sayapun membagikan kartu nama pribadi.
Segera saya mulai mencari tahu cara mendatangkan barang, pajak
impor, registrasi toko dll.
Saya menghubungi toko furniture di daerah Kemang timur, Jakarta Selatan dan segera ke Jakarta untuk beberapa hari, membeli banyak kerajinan di Sarinah, tentu semua mahal tapi tantangan terbesar adalah membuat toko sesegera mungkin.
Saya menghubungi toko furniture di daerah Kemang timur, Jakarta Selatan dan segera ke Jakarta untuk beberapa hari, membeli banyak kerajinan di Sarinah, tentu semua mahal tapi tantangan terbesar adalah membuat toko sesegera mungkin.
Pnom penh
Saya beruntung dengan dukungan penuh dari suami, dia meminjamkan modal dan
mengijinkan saya memakai rumah sebagai toko.
Pengiriman container pertama sebenarnya barang pribadi dan
container kedua habis hanya dalam tempo 10 hari.
Dari situasi tersebut saya bertekad untuk maju terus, merekrut pegawai dan mulai beriklan, kondisi saya sebagai ibu dengan 3 anak tentu saja tidak bisa bebas.
Dari situasi tersebut saya bertekad untuk maju terus, merekrut pegawai dan mulai beriklan, kondisi saya sebagai ibu dengan 3 anak tentu saja tidak bisa bebas.
Setiap liburan sekolah saya
akan membawa ketiga anak saya untuk belanja furniture ke beberapa wilayah di Jawa
tengah dan Jawa timur.
Kami pergi juga ke Bali dan Lombok untuk mencari kain tenun, ke Jawa Barat mencari wayang dll.
Keberhasilan menjual barang produksi Indonesia membuat beberapa pengusaha lain tertarik dan mulai membuat hal yang sama, tantangan terbesar adalah justru dari beberapa orang yang menduplikat barang yang kami jual, dan membuat tiruannya dengan mutu dan harga yang rendah.
Kami pergi juga ke Bali dan Lombok untuk mencari kain tenun, ke Jawa Barat mencari wayang dll.
Keberhasilan menjual barang produksi Indonesia membuat beberapa pengusaha lain tertarik dan mulai membuat hal yang sama, tantangan terbesar adalah justru dari beberapa orang yang menduplikat barang yang kami jual, dan membuat tiruannya dengan mutu dan harga yang rendah.
No comments:
Post a Comment