Endah Puspaningrum
Saya sekolah mendalami ilmu hukum, tapi ketika melihat kebobrokan mafia hukum
dan sepertinya tidak ada yang bisa saya perbuat maka saya memutuskan untuk
tidak bekerja di bidang itu. Ilmu hanya untuk saya praktekkan buat diri sendiri
dulu.
Selepas kuliah saya masih berusaha mencari pekerjaan kantoran.
Tapi kok kayaknya standar gajinya belum ada yang sesuai dengan harapan saya.
Setelah lelah akhirnya saya dan suami memutuskan menikah tanpa pekerjaan. Nekat
ya ?. Iya, sampai sekarangpun saya masih belum percaya dulu berani mengambil
keputusan itu. Tapi inilah titik awal yang membuat kami akhirnya jadi
wiraswasta, karenakepepet.
Menikah baru sebulan saya hamil dan harus sakit terus menerus,
pas kandungan usia 4 bulan ada toko dikontrakkan di pasar. Nekad, meminjam uang
mertua, lalu kami kontrak.
Tapi kami tidak tau apa yang harus kami jual. Modal tidak punya, apalagi
keahlian berdagang.
Setelah berdiskusi denan suami, maka kami akan meneruskan usaha
pemilik terdahulu. Pemilik toko adalah orang sepuh yang berjualan buah dann
setelah meninggal toko dikontrakkan pada kami. Jadilah kami jualan buah karena
modalnya relatif kecil.
Awal berjualan banyak banget orang yang nyinyir :
"Dikuliahkan orang tua dengan susah payah, ternyata cuman berjualan buah
di pasar, mending anak saya, tidak usah sekolah tinggi tinggi, kalau tidak bisa
menjadi pegawai".. Omongan itu adalah makanan kami sehari hari. Kami hanya
menelan ludah pahit banget.
Tapi Gusti Allah maha baik, jualan kami laris. Rambutan 2 ton
bisa habis hanya dalam sehari dua hari. Waktu itu ambilnya Rp.1.500,- dan kami
bisa jual Rp. 2.500,-. Omongan orang adalah cambuk bagi kami untuk terus
berinovasi,
Apalagi ya yang bisa kita lakukan biar tidak stuck di situ?
Akhirnya kami melirik mainan anak dan camilan camilan yang berbentuk lucu. Kami
tarik anak anak lebih dahulu untuk membangun brand. Kami percaya kalo anak anak
sudah merengek pada orang tuanya pasti mereka otomatis menyebut toko kami dan
lama lama orang tuanya akan familiar dengan kami.
Baru
berjalan 2 tahun ( dari kontrak 5 thn), ahli waris pemilik toko mau menjual
tokonya, karena butuh uang. Inilah pertama kalinya kami kenal dengan
Bank .😁
Tidak berdaya, karena baru memulai usaha, belum lagi buat biaya persalinan
karena harus SC, kami harus membayar toko. Akhirnya berbekal Sertifikat milik
orang tua kami masuk ke Bank.
Itu adalah awal perjalanan kami, selanjutnya kami bisa menggalang dana sendiri
Pada
akhirnya bisa beli toko yang saya kontrak, setelah hutang ke Bank. Dan ternyata
dari hasil yang tidak besar, berhasil membayar angsuran dengan baik.
Masalah selanjutnya adalah tempat tinggal karena rang tua saya tidak
menyediakan tempat tinggal setelah saya menikah. “Pikiren dewe”, itu istilah
almarhum ibu pada saya. Ibu hanya bisa menyekolahkan.
Sementara
suami dua bersaudara dan kakaknya beserta keluarga kecilnya sudah menumpang di
rumah mertua. Untuk budaya orang Jawa,
tidak boleh tinggal 3 pasangan dalam satu rumah. Kami putar otak, setelah
menikah dan akhirnya kami "nunut" di rumah nenek dengan konsekuensi
menanggung seluruh biaya keperluan rumah. Pas 2 tahun selesai menggangsur toko,
rumah disebelah nenek pas di jual. Nah ini skenario Gusti Allah yang pas banget.
Nekad, masuk ke Bank BRI lagi.Tidak berhenti di sini, kami
selalu memikirkan inovasi yang bisa kami lakukan untuk usaha kami. Masak kami
yang sarjana, melakukan hal yang sama saja, mestinya harus bisa agak lain, itu
istilah kami. Kami ingin menunjukkan pada lingkungan kami,, bahwa tidak rugi
menyekolahin anak, walau tidak mejadi pegawai yang tiap hari pakai seragam dan
bersepatu, kami juga bisa unjuk gigi 😁
Akhirnya kami menambah varian
dagangan yang semula makanan ringan dan mainan, tambah palen dan rokok. Alhamdulillah,
akhirnya bertambah lagi sembako.
Setelah tau rasanya karena beli beli, jadi ketagihan.
Dan itu jadi target kami selanjutnya. Selalu beli properti atau apalah., yang
penting tiap tahun ada target yang harus tercapai.
Setelah sekian tahun berusaha, saya
rasa hutang di Bank memberatkan. Di daerah kami hanya ada Bank BRI dan ketika
saya ambil dulu, rata rata bunganya 2% per bulan. Dari sinilah kami cari
alternatif baru, ini juga yang ingin saya bagi ceritanya dengan teman teman.
Kenapa saya tidak memanfaatkan potensi yang ada di srkitar saya ? Karena tempat
usaha kami di pasar, kami membuka kesempatan pada pedagang lain untuk menaruh
uang mereka yang ngganggur di tempat saya dengan catatan uang itu saya
kembalikan pas puasa, sebelum lebaran dengan tambahan hasil, berupa kebutuhan
pokok. Saya tidak harus pinjam Bank BRI
dengan bunga yang tinggi. Mereka juga bisa menyimpan uang dengan imbal hasil
yang lebih besar dari pada di taruh di Bank.
Semua yang saya uraikan di atas
adalah gambaran kasar usaha saya. Dan semua itu bisa saya capai karena banyak
faktor. Tapi faktor terpenting adalah :
1. Karena Allah sayang saya
2. Disiplin tingkat tinggi
3. Trust.
Jika saya tidak dipercaya pasti
tidak akan ada orang yang naruh uang kepada saya, dan sampai saat ini saya
berusaha selalu menepati semua ucapan saya. Jika karena sesuatu hal yang tidak
bisa saya hindari, saya akan selalu bicara dan minta maaf.
Jadi inti dari wiraswasta adalah
disiplin dan kepercayaan. Percayalah, jika orang percaya, maka jalan anda akan
terbuka dengan sendirinya.
Sebagai penutup, saya ingin teman teman juga mencoba
berusaha. Walau awalnya kecil, jika kita konsisten dan tidak cepat putus asa,
pasti akan banyak tangan tangan terulur membantu anda. Itu adalah tangan
Tuhan...
Kisah yang agak tidak enak tidak usah diceritakan, biar tidak pada takut untuk
berwiraswasta 😁
Salam wiraswasta 💪
***