by Naning Sudiarti
Tergelitik dengan postingan admin mengenai kredit bank, saya ingin berbagi pengalaman perjuangan kami, pejuang jatuh tempo.
Berawal dari hutang empat belas juta dari sebuah Bank, saya beli mesin fotocopy dan buka toko fotocopy dan atk. Bayar cicilannya dari gaji saya sebagai karyawan. Kebetulan saat itu adik yang jadi tanggungan saya lulus kuliah, jadi jatah biaya kuliah adik dioper ke cicilan bank. Karena masih bujangan, masih enteng bayar cicilan, anggap uang jajan ngeluyur dipotong.
Dua tahun lunas, top up lagi. Kali ini buat beli mesin press hidrolis bekas dan renovasi gudang dari bekas gudang selepan padi nenek yang sudah tidak terpakai. Mulai dah usaha jasa packing rumput laut.
Waktu berlalu, hutang lunas, menikah butuh rumah, butuh mobil usaha, memperluas gudang, tambah modal usaha untuk trading rumput laut.
Tetap menjadi pejuang jatuh tempo.
Mesin-mesin press beli dari kredit bank, renovasi gudang dari kredit bank, beli lagi unit gudang juga dari kredit bank, beberapa rumah, mobil, tanah juga , semua saya beli dari kredit bank.
Biaya menyekolahkan anak-anak juga saya dapat dari usaha yang dibiayai kredit bank.
Kalau sekarang saya harus bayar bunga ke bank, saya anggap itu berbagi rejeki, karena uang mereka yang saya pakai modal usaha. Jadi saya ikhlas bayar bunga.
Pusing pas jatuh tempo? Sesekali tapi tidak sampai ingin mati bunuh diri, masih bisa ngopi dan spa luluran cantik, dan berwisata dengan keluarga.
Disinilah, kemampuan manajemen hutang dibutuhkan. Tidak grudak gruduk tanda tangan akad kredit terkena tawaran manis petugas bank. Tetap berhati-hati dalam mengatur besaran cicilan dan menilai kebutuhan dan keinginan.
Hasil kredit bank harus berbentuk aset, dan aset kecuali rumah dan mobil keluarga yang dijadikan jaminan bank. Kami tidak berharap sampai tidak bisa membayar hutang, tapi kalau itupun terjadi, aset -aset itu juga yang akan menyelamatkan kami. Yang penting jumlah kredit tidak melebihi total aset yang dimiliki, dan kemampuan bayar cicilan tetap dalam hitungan normal sesuai pendapatan kita. Dan terpenting, selalu siap dana kaget minimal 6 bulan sebesar jumlah cicilan + kebutuhan operasional tiap bulan.
Tulisan ini tidak untuk pamer dan bangga menjadi debitur, hanya kadang sedikit tersentil kalau ada orang "menghina" kami, para pemakai kredit.
Tetap semangat, para pejuang jatuh tempo.
Tergelitik dengan postingan admin mengenai kredit bank, saya ingin berbagi pengalaman perjuangan kami, pejuang jatuh tempo.
Berawal dari hutang empat belas juta dari sebuah Bank, saya beli mesin fotocopy dan buka toko fotocopy dan atk. Bayar cicilannya dari gaji saya sebagai karyawan. Kebetulan saat itu adik yang jadi tanggungan saya lulus kuliah, jadi jatah biaya kuliah adik dioper ke cicilan bank. Karena masih bujangan, masih enteng bayar cicilan, anggap uang jajan ngeluyur dipotong.
Dua tahun lunas, top up lagi. Kali ini buat beli mesin press hidrolis bekas dan renovasi gudang dari bekas gudang selepan padi nenek yang sudah tidak terpakai. Mulai dah usaha jasa packing rumput laut.
Waktu berlalu, hutang lunas, menikah butuh rumah, butuh mobil usaha, memperluas gudang, tambah modal usaha untuk trading rumput laut.
Tetap menjadi pejuang jatuh tempo.
Mesin-mesin press beli dari kredit bank, renovasi gudang dari kredit bank, beli lagi unit gudang juga dari kredit bank, beberapa rumah, mobil, tanah juga , semua saya beli dari kredit bank.
Biaya menyekolahkan anak-anak juga saya dapat dari usaha yang dibiayai kredit bank.
Kalau sekarang saya harus bayar bunga ke bank, saya anggap itu berbagi rejeki, karena uang mereka yang saya pakai modal usaha. Jadi saya ikhlas bayar bunga.
Pusing pas jatuh tempo? Sesekali tapi tidak sampai ingin mati bunuh diri, masih bisa ngopi dan spa luluran cantik, dan berwisata dengan keluarga.
Disinilah, kemampuan manajemen hutang dibutuhkan. Tidak grudak gruduk tanda tangan akad kredit terkena tawaran manis petugas bank. Tetap berhati-hati dalam mengatur besaran cicilan dan menilai kebutuhan dan keinginan.
Hasil kredit bank harus berbentuk aset, dan aset kecuali rumah dan mobil keluarga yang dijadikan jaminan bank. Kami tidak berharap sampai tidak bisa membayar hutang, tapi kalau itupun terjadi, aset -aset itu juga yang akan menyelamatkan kami. Yang penting jumlah kredit tidak melebihi total aset yang dimiliki, dan kemampuan bayar cicilan tetap dalam hitungan normal sesuai pendapatan kita. Dan terpenting, selalu siap dana kaget minimal 6 bulan sebesar jumlah cicilan + kebutuhan operasional tiap bulan.
Tulisan ini tidak untuk pamer dan bangga menjadi debitur, hanya kadang sedikit tersentil kalau ada orang "menghina" kami, para pemakai kredit.
Tetap semangat, para pejuang jatuh tempo.
No comments:
Post a Comment