7/10/2020

TIPS ALA INDI MELA

by Indi Mela

Kalo kata saya sih..gak perlu ikut pelatihan jualan onlin supaya laris. Karena sebenarnya tips nya itu sederhana dan gampang. Hanya perlu kesabaran dan jeli lihat peluang aja.

Berikut tips ala saya

1. Bikin branding. Bikin namamu di fb..ig ato medsos lain secara otimatis bikin orang ingat akan jualanmu. Jgn bikin nama yg susah diingat. Pasaran ato banyak kembarannya.

2. Jgn bikin postingan yg memancing gelud online. Bikin postingan yg bikin orang senyum pas baca. Posting jualanmu semenarik mungkin. Jawab semua komen secepatnya dan sesopannya. Lugas dan padat.jgn berteke tele. Jawaban yg bertele tele bikin mood orang berubah jelek.

3. Anggap semua teman medsos sebagai orang berduit dan calon pelanggan. Jgn sesekali anggap remeh seseorang..meski cuma tanya doang. Anggap aja besok mereka akan beli. Karna di medsos itu banyak yg nyamar. Kaya nyamar miskin. Miskin nyamar kaya. Jadi yaa..berprasangka baik saja dulu.

4. Kalo ada orang yg tanya tanya banyak tapi ujungnya cuma beli barang yg murah..jgn anggap remeh dulu. Biasanya mereka ini cuma ngetes kita. Pingin lihat kualitas kita. Pingin tahu kualitas kerjaan dan watak kita. Jadi..tetep hormati dan berikan yg terbaik.

5. Untuk order pertama..ada baiknya kita beri harga yg menarik. Ambil untung dikit aja dulu. Anggap ini tu iklan. Promo. Perkenalan. Beri kualitas terbaik. Biasanya kalo mereka puas..mereka pasti repeat order. Nah..saat itulah kita bisa ambil profit yg pantas. Jgn kemahalan juga..krn pembeli juga gak bodoh. Mereka biasanya sudah cek harga sana sini. Kalo untungmu gak kira kira..ya mereka kabur.

6. Jgn sepelekan mereka yg cuma tanya tanya. Krn biasanya mereka ini bisa jd pintu rezeki kita. Saya banyak dpt order dari orang yg tdk kenal. Tenyata mereka dapat info dari teman fb yg cuma tanya tanya tadi. Banyak yg tiba tiba nelpon saya..dan bilang..halo ibu. Saya tertarik dgn produk ibu. Saya dapat kontak ibu dari si a.nah...kan

7. Jgn aji mumpung. Banyak pelanggan yg tdk repeat order. Krn biasanya kapok. Penjual model ini berprinsip..ah..gak kenal ini. Jual mahal aja. Mumpung laku. Istilah jawanya nengkik. Mirip orang jualan di tempat wisata. Jual mahal krn mikir pelanggan gak bakal beli lagi. Gini ini yg bikin jualan onlinmu mandek.
Prinsipnya itu..untung dikit asal rutin. Asal berkelanjutan.

8. Gabung di grup grup yg isinya orang hebat dan berduit. Sapa tau ada yg tertarik sama jualanmu. Promo dikomen gak papa..kali aja ada yg minat ya kan..hihihi
Capek ngetik. Apa lagi ya?..biar ditambahin ama om Pinondang Situmeang deh..

Pict. sofa buat nyantai..tiduran..bengong...gibah...pokoknya  buat apa aja deh..😁😁

SALAHKAH USAHA DIBIAYAI KREDIT BANK ?

by Naning Sudiarti

Tergelitik dengan postingan admin mengenai kredit bank, saya ingin berbagi pengalaman perjuangan kami, pejuang jatuh tempo.

Berawal dari hutang empat belas juta dari sebuah Bank, saya beli mesin fotocopy dan buka toko fotocopy dan atk. Bayar cicilannya dari gaji saya sebagai karyawan. Kebetulan saat itu adik yang jadi tanggungan saya lulus kuliah, jadi jatah biaya kuliah adik dioper ke cicilan bank. Karena masih bujangan, masih enteng bayar cicilan, anggap uang jajan ngeluyur dipotong.

Dua tahun lunas, top up lagi. Kali ini buat beli mesin press hidrolis bekas dan renovasi gudang dari bekas gudang selepan padi nenek yang sudah tidak terpakai. Mulai dah usaha jasa packing rumput laut.
Waktu berlalu, hutang lunas, menikah butuh rumah, butuh mobil usaha, memperluas gudang, tambah modal usaha untuk trading rumput laut.
Tetap menjadi pejuang jatuh tempo.

Mesin-mesin press beli dari kredit bank, renovasi gudang dari kredit bank, beli lagi unit gudang juga dari kredit bank, beberapa rumah, mobil, tanah juga , semua saya beli dari kredit bank.
Biaya menyekolahkan anak-anak juga saya dapat dari usaha yang dibiayai kredit bank.

Kalau sekarang saya harus bayar bunga ke bank, saya anggap itu berbagi rejeki, karena uang mereka yang saya pakai modal usaha. Jadi saya ikhlas bayar bunga.

Pusing pas jatuh tempo? Sesekali tapi tidak sampai ingin mati bunuh diri, masih bisa ngopi dan spa luluran cantik, dan berwisata dengan keluarga.

Disinilah, kemampuan manajemen hutang dibutuhkan. Tidak grudak gruduk tanda tangan akad kredit terkena tawaran manis petugas bank. Tetap berhati-hati dalam mengatur besaran cicilan dan menilai kebutuhan dan keinginan.
Hasil kredit bank harus berbentuk aset, dan  aset kecuali rumah dan mobil keluarga yang dijadikan jaminan bank. Kami tidak berharap sampai tidak bisa membayar hutang, tapi kalau itupun terjadi, aset -aset itu juga yang akan menyelamatkan kami. Yang penting jumlah kredit tidak melebihi total aset yang dimiliki, dan kemampuan bayar cicilan tetap dalam hitungan normal sesuai pendapatan kita. Dan terpenting, selalu siap dana kaget minimal 6 bulan sebesar jumlah cicilan + kebutuhan operasional tiap bulan.

Tulisan ini tidak untuk pamer dan bangga menjadi debitur, hanya kadang sedikit tersentil kalau ada orang "menghina" kami, para pemakai kredit.

Tetap semangat, para pejuang jatuh tempo.

12/21/2018

BERDAGANG DI TEMPAT RAMAI

Wahyu Subiantoro

Location , Location, Location.

Saya sadar kalau produk saya yang batik tulis, kebaya dan produk ethnic itu bukan kebutuhan primer. Kebanyakan (potensial) customer lihat-lihat dahulu, dan syukur-syukur saya ingat meberi kartu nama sambil mengobrol : “kalau ada kebutuhan, nanti mampirnya di sini saja ya..”. Kebanyakan memang mampir lagi (tapi ya memang entah kapan).

Karena sifat produk saya yang begini, maka saya tidak mau membuka di tempat “mandiri”, seperti ruko atau buka di rumah. Karena saya sadar, berapa orang sih yang “bela-belain” mencari batik, puter balik (waktu lihat papan iklan di luar ruko) , parkir dan masuk toko mandiri seperti itu. Sering customer rada takut atau sungkan.

Buka di Mall atau tempat belanja itu lumayan enak. Kemungkinan produk/usaha kita ‘dilihat’ orang , lebih tinggi daripada di luar (asal ya jangan salah pilih Mall). Seperti kita rasakan kalau kita jadi pengunjung, mall ada ‘kelas’nya sesuai dengan segment yang ingin mereka bidik.

Mall tempat saya buka bukan mall kelas atas. Tidak ada high-end tenants seperti L*uis Vuitt*n atau G*cci nya. Paling juga M*t*h*ri Dept.Store. Jadi memang mall kelas menengah. Cocok dengan segmen yang mau saya bidik.

Lalu lokasi dalam Mall.
Tahu sendiri, dalam mall yang sama, ada lokasi favorit seperti lantai utama (Ground Floor), biasanya ini lantai tempat atrium berada. Jarak lantai-langit-langit relatif lebih tinggi dibanding lantai-lantai lainnya. Dan karena ini akses utama, biasanya ‘anchor tenants’ alias penyewa utama seperti M*t*h*ri Dept. Store berada di sini.
Ini penting, karena sifat anchor tenant adalah salah satu penarik utama traffic pengunjung. Jadi, dari parkiran dan akses masuk mall,pengunjung biasanya akan melangkah ke sini.

Lokasi atrium dan ruang terbuka lain juga penting, karena sering dilakukan banyak acara dan promosi, sehingga pengunjung bergerombol (dan outlet kita lebih sering dilirik orang).
Tetapi ada juga tidak enaknya, kalau acara atau pameran yang sedang berlangsung itu, memasang booth atau propertinya terlalu tinggi, sehingga outlet kita tertutup property mereka (walaupun biasanya di mall ada ketentuan tinggi maksimum untuk properti pameran, tetapi rasanya ini tidak berlaku di atrium utama).

Lokasi favorit lain adalah di jalan utama, karena biasanya adalah akses pengunjung untuk menuju pusat-pusat atraksi di mall tersebut (ya anchor tenant itu, atau section/area khusus seperti foodcourt). Kalau tidak bisa di akses utama, di second-road nya juga masih ok, asalkan masih bisa kelihatan dari jalan utama, dan dekat outlet-outlet yang ramai.

Sebenarnya ada bagusnya, mall menetapkan zona khusus. Ada yang zona fashion saja, kadang malah dibuat spesifik seperti ‘kampung batik’ . Tidak perlu kuatir persaingan barang sejenis, karena justru dengan ‘bergerombol’ ini pengunjung yang berniat mencari produk tersebut, biasanya lebih suka ke area begini (karena banyak pilihan).

Seperti di sebelah saya, ada 6 outlet wedding organizer. Awalnya hanya 2 outlet, tetapi lama-lama jadi 6. Saingan ? iya pasti. Tapi karena berngumpul , lokasi ini malah terkenal dan jadi tempat ‘jujugan’ banyak calon manten (dibandingkan outlet yang buka sendiri di pojok sono). Nah, ramai deh (kalau sudah banyak calon customer, pandai-pandai kita-lah mengemas produk kita biar menarik.

Akhirnya, dengan begitu banyak pertimbangan baik yang didapat dari teori maupun pengalaman, memang kita tidak dapat memperhitungkan semua variabel lokasi (kebanyakan analisis, tidak jadi membuka). Dan memang ada hal-hal yang di luar teori, namun (kelihatan) berhasil . 


Contohnya, ada toko peralatan selam, buka di area basement, campur dengan craft center. Atau outlet kaus dan asesoris Punk/Underground yang buka di lantai UG di gang sepi, dan sebelahan dengan outlet merchandise K-Pop yang nyempil tapi banyak anak abegeh tahu (ternyata toko ini eksis di medsos), atau seperti saya yang salah buka outlet di section sepi, tetapi ternyata tertolong gara gara ada Samsat Corner dan Pegadaian di depan.
Yang penting cukup dianalisis, usaha dibuka, kerja keras, lalu serahkan sama Yang Diatas.

Sebagai tambahan, mungkin bisa dipertimbangkan, apakah mall yang akan kita pilih ini, bagian dari konsorsium/group mall , atau mall 'satuan' .
Karena dari pengalaman/pengamatan saya, grup pengembang mall yang punya beberapa mall, biasanya lebih gencar dalam berpromosi dan melakukan program program customer. Dan gaung-nya (ke mass media) jadi lebih kedengaran, karena melibatkan lebih banyak mall serta skala programnya lebih besar.
Di Surabaya ada grup mall dalam management Pak*w*n Grup, di Jakarta mungkin Ag*ng Podom*r* dan Lip** .
Well.debate-able.

12/20/2018

BUMBU MASAK INSTAN

Abuy Reyhan

Perkenalkan nama saya Yudi dari Malang, memulai usaha ini sekitar 2 tahun yang lalu. Berawal ketika saya pulang dr Saudi tahun 2013 sebagai TKI, setelah sebelumnya sempat jatuh bangun di dunia konveksi.

Pulang dari Saudi bermodal uang sedikit ada yang mengajak ikut MLM, karena waktu itu saya masih bingung mau usaha apa, dan juga yang mengajak sahabat baik. Akhirnya langsung saya iyakan.

Tapi ternyata selang beberapa bulan modal kami ludes semua di bawa upline.
Selepas itu ada teman yang mempercayakan uangnya untu saya pake jual beli motor bekas sama mobil bekas
Saya mencari unit di Kaltim kemudian dikirimkan ke Jawa Timur. Usaha inipun tidak berjalan lama
Pemasaran lancar tetapi mencari unit yang sesuai kriteria lumayan susah dan modalpun saya kembalikan.


Sekitar dua tahun saya jalani jual beli kendaraan. Tapi berawal dari situ, rekanan saya di Samarinda yang biasa mencarikan motor dan mobil, mengenalkan produk bumbu instan dan mengajak saya untuk joint.
Singkat cerita, saya ketemu produsennya dan di beri wilayah di Kalimantan Selatanl plus di beri hutang berupa bumbu buat di pasarkan di sana.

8 bulan di Kalimantan Selatan dari rutinitas sebagai sales, saya mengalami titik jenuh pada hal penghasilan lumayan. Akhirnya saya punya pikiran, bagaimana kalau usaha di Kalimantan Selatan ini saya over kepada orang lain dan nantinya setiap orang yang mau order bumbu harus melalui saya dan saya tentu ambil untung sekian persen.

Setelah presentasi beberapa orang, saya pun menemukan orang yang pas unuk menjadi rekanan saya. Dia jujur, muda plus punya dana buat take over stock yang ada dan stock titipan di pasar

Kemudian saya pindah ke Palangka raya. Tidak
perlu waktu lama, cuma 2 mingguan di sana, ada lagi orang yang take over usaha saya dengan sistem seperti di Kalimantan Selatan. Akhirnya saya ketagihan
diam di rumah tetapi tiap minggu ada yang order dari Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah yang memberi kontribusi ke saya

Saya pun terbang ke Pangkalan bun untuk "babat alas", buka pasar di sana. Dalam selang 5 bulan sudah ada lagi yang ambil alih.

Saya pulang lagi ke pulau Jawa dan mencoba berkompetisi di Jawa tepatnya di daerah Bojonegoro/ dan Blora.
Alhamdulillah dengan sistem kerja arahan dari pabrik yang saya terapkan.

Saya bisa bersaing di pulauJjawa dan lagi lagi di ambil alih oleh orang setempat. Dan sekarang saya memulai babat alas lagi di daerah Pekalongan, sudah berjalan selama satu setengah dan kayaknya tidak lama lagi sudah ada yang melirik dan mau ambil alih.

Insyaallah dlm tri wulan ini saya mau di ajak sama pihak pabrik uuntuk survey pasar ke Malaysia
Minta saran dan dukungan beserta doa dari sahabat sahabat semua agar usaha yang saya rintis bisa terus berkembang
Dan saya sekalian promosi bagi rekan rekan di wilayah yang belum ada komoditas bumbu ini bisa kita pasarkan di sana, terutama di luar pulau..

Terimakasih sudah di ijinkan belajar menulis dengan berbekal ijazah SMP saya 


BUMBU DAPUR SACHET






Akhmad Kusaini (Husein)

Perkenalkan saya dikasih nama Akhmad Kusaini, dipanggil Husein sama orang-orang, Usia baru 24 tahun jalan dan jomblo dari desa Gandrungmangu Kab. Cilacap, Jateng 53254, berdagang sayuran, bumbu dan klontong, 4 tahun silam di pasar rakyat Setuan Sidareja dengan modal nekat.

Alhamdulillah gulung tikar cuma untung relasi, tempat usaha (kios), motor, bikin kamar mandi buat ortu sama bisa bayar premi asuransi dan hutang Rp. 45 juta lunas tahun 2018 ini dan insyaallah berlanjut utang lagi (ketagihan ditagih

Memutuskan vakum karena permodalan melemah, sistem berdagang yang kurang cocok, umur terasa dikurung. Dan setahun terakhir fokus di perusahaan asuransi yang alhamdulillah klik dengan passion saya (adventure) sedikit - sedikit sudah dapet ilmunya dan komisinya, tinggal action mumpung masih muda. Insya Allah di bisnis ini saya komitmen seumur hidup. 

Biar kacang tidak lupa kulitnya, sayapun mengulang kenangan 4 tahun silam jualan bawang merah lagi kecil-kecilan dengan desain packing yang lebih cool dan segala atributnya.
Kalau dulu yang digoreng adalah 'sisa' dari pilihan pembeli sekarang sudah tidak lagi, melainkan join sama bandarnya. Kenapa tidak produksi sendiri?. Karena lebih efisien ini dan menunjang profesi belakangnya.

Pemasaran melalui Online gratisan
dan nitip di Swalayan, dan kadang memberi Quota kepada teman, bahkan yang tidak kenal sekalipun buat bom ke grup Sosmed mereka.

Alhamdulillah keluar kandang juga produknya, jelas kurang greget karena modal lagi kekeringan. Akhirnya opsi gratis pun saya 'embat', berikan masukan di group ini..
Sharing disini lebih ke perkenalan biar menambah relasi dan ilmu, tentunya sekalian mencari masukan dari para master disini, biar hidup makin hidup.
Apakah langkah saya patut dipertahankan atau didedikasikan saja keorang lain sementara modal kekeringan? 

Maaf tulisannya tidak sopan ala anak jalanan semoga  menginspirasi dan jadi koreksi saya pribadi.


Salam dari Cilacap




                                    ***
























12/19/2018

KEKUATAN CERITA KOPI



Adi Fuad

Awalnya saya bekerja di Biro wisata di jember, Jawa Timur  oleh karena ada peristiwa kecelakaan bus di daerah Jawa Tengah, akhirnya istri meminta saya berhenti jalan, karena risiko perjalanan yang tinggi.

Setelah beberapa waktu vakum dan tidak berpenghasilan, saya pulang kerumah ibu di daerah pedesaan yang jauh dari kota Jember. Kebetulan ibu juga mempunyai stok kopi dari kebun yang lumayan banyak, saya akhirnya mencoba membuat kemasan kopi bubuk.

Dan kebetulan juga di desa ibu saya banyak janda janda yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, saya ambil keputusan untuk membuat kopi tradisional yang tidak diolah dengan mesin, tapi diolah dg cara tradisional, diroasting dengan wajan tanah liat dan ditumbuk dengan lesung dengan tenaga produksinya dari janda janda sekitar rumah.


Awal pemasaran ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi, karena juga tidak mempunyai ijin edar.
Setelah 6 bulan menunggu perijinan PIRT keluar, akhirnya saya berinovasi dengan membuat kemasan dan menciptakan trade mark kan ketradisionalan kopi saya.

Alhamdulillah, setelah keluar ijin edar PIRT, penjualan mulai merangkak naik sedikit demi sedikit.
Memang mutu kopi saya jauh dengan kopi yang sudah terkenal, karena kopi saya adalah kopi Robusta yang notabene kurang diminati pecinta kopi.


Setelah mempelajari teknik pemasaran dari beberapa rekan dan juga pembelajaran tentang kemasan dari beberapa pihak, termasuk dari anggota grup disini, akhirnya saya mempunyai teknik tersendiri.

Memang kopi saya adalah kopi lokal tidak terkenal, tapi dengan kekuatan cerita, alhamdulillah para konsumen mulai suka dan kopi saya mendapat tempat di hati mereka..

Intinya dari pengalaman yang saya dapat, kekuatan cerita, dan penjelasan tentang proses suatu produk sangat membantu dalam pemasaran.
Maaf tulisan saya blepotan, maklum newbie dalam hal tulis menulis.

Jangan patah semangat, teruskanlah berinovasi, karena tidak ada yang tidak bisa

SARJANA HUKUM JUAL BUAH



Endah Puspaningrum


Saya sekolah mendalami ilmu hukum, tapi ketika melihat kebobrokan mafia hukum dan sepertinya tidak ada yang bisa saya perbuat maka saya memutuskan untuk tidak bekerja di bidang itu. Ilmu hanya untuk saya praktekkan buat diri sendiri dulu.

Selepas kuliah saya masih berusaha mencari pekerjaan kantoran. Tapi kok kayaknya standar gajinya belum ada yang sesuai dengan harapan saya. Setelah lelah akhirnya saya dan suami memutuskan menikah tanpa pekerjaan. Nekat ya ?. Iya, sampai sekarangpun saya masih belum percaya dulu berani mengambil keputusan itu. Tapi inilah titik awal yang membuat kami akhirnya jadi wiraswasta, karenakepepet.

Menikah baru sebulan saya hamil dan harus sakit terus menerus, pas kandungan usia 4 bulan ada toko dikontrakkan di pasar. Nekad, meminjam uang mertua, lalu kami kontrak.
Tapi kami tidak tau apa yang harus kami jual. Modal tidak punya, apalagi keahlian berdagang.



Setelah berdiskusi denan suami, maka kami akan meneruskan usaha pemilik terdahulu. Pemilik toko adalah orang sepuh yang berjualan buah dann setelah meninggal toko dikontrakkan pada kami. Jadilah kami jualan buah karena modalnya relatif kecil.

Awal berjualan banyak banget orang yang nyinyir :
"Dikuliahkan orang tua dengan susah payah, ternyata cuman berjualan buah di pasar, mending anak saya, tidak usah sekolah tinggi tinggi, kalau tidak bisa menjadi pegawai".. Omongan itu adalah makanan kami sehari hari. Kami hanya menelan ludah pahit banget.

Tapi Gusti Allah maha baik, jualan kami laris. Rambutan 2 ton bisa habis hanya dalam sehari dua hari. Waktu itu ambilnya Rp.1.500,- dan kami bisa jual Rp. 2.500,-. Omongan orang adalah cambuk bagi kami untuk terus berinovasi,

Apalagi ya yang bisa kita lakukan biar tidak stuck di situ? Akhirnya kami melirik mainan anak dan camilan camilan yang berbentuk lucu. Kami tarik anak anak lebih dahulu untuk membangun brand. Kami percaya kalo anak anak sudah merengek pada orang tuanya pasti mereka otomatis menyebut toko kami dan lama lama orang tuanya akan familiar dengan kami.

Baru berjalan 2 tahun ( dari kontrak 5 thn), ahli waris pemilik toko mau menjual tokonya, karena butuh uang. Inilah pertama kalinya kami kenal dengan Bank .😁
Tidak berdaya, karena baru memulai usaha, belum lagi buat biaya persalinan karena harus SC, kami harus membayar toko. Akhirnya berbekal Sertifikat milik orang tua kami masuk ke Bank.
Itu adalah awal perjalanan kami, selanjutnya kami bisa menggalang dana sendiri



Pada akhirnya bisa beli toko yang saya kontrak, setelah hutang ke Bank. Dan ternyata dari hasil yang tidak besar, berhasil membayar angsuran dengan baik.
Masalah selanjutnya adalah tempat tinggal karena rang tua saya tidak menyediakan tempat tinggal setelah saya menikah. “Pikiren dewe”, itu istilah almarhum ibu pada saya. Ibu hanya bisa menyekolahkan.

Sementara suami dua bersaudara dan kakaknya beserta keluarga kecilnya sudah menumpang di rumah mertua.  Untuk budaya orang Jawa, tidak boleh tinggal 3 pasangan dalam satu rumah. Kami putar otak, setelah menikah dan akhirnya kami "nunut" di rumah nenek dengan konsekuensi menanggung seluruh biaya keperluan rumah. Pas 2 tahun selesai menggangsur toko, rumah disebelah nenek pas di jual. Nah ini skenario Gusti Allah yang pas banget.

Nekad, masuk ke Bank BRI lagi.Tidak berhenti di sini, kami selalu memikirkan inovasi yang bisa kami lakukan untuk usaha kami. Masak kami yang sarjana, melakukan hal yang sama saja, mestinya harus bisa agak lain, itu istilah kami. Kami ingin menunjukkan pada lingkungan kami,, bahwa tidak rugi menyekolahin anak, walau tidak mejadi pegawai yang tiap hari pakai seragam dan bersepatu, kami juga bisa unjuk gigi 😁

Akhirnya kami menambah varian dagangan yang semula makanan ringan dan mainan, tambah palen dan rokok. Alhamdulillah, akhirnya bertambah lagi sembako.
Setelah tau rasanya karena beli beli, jadi ketagihan.
Dan itu jadi target kami selanjutnya. Selalu beli properti atau apalah., yang penting tiap tahun ada target yang harus tercapai.

Setelah sekian tahun berusaha, saya rasa hutang di Bank memberatkan. Di daerah kami hanya ada Bank BRI dan ketika saya ambil dulu, rata rata bunganya 2% per bulan. Dari sinilah kami cari alternatif baru, ini juga yang ingin saya bagi ceritanya dengan teman teman.

Kenapa saya tidak memanfaatkan potensi yang ada di srkitar saya ? Karena tempat usaha kami di pasar, kami membuka kesempatan pada pedagang lain untuk menaruh uang mereka yang ngganggur di tempat saya dengan catatan uang itu saya kembalikan pas puasa, sebelum lebaran dengan tambahan hasil, berupa kebutuhan pokok.  Saya tidak harus pinjam Bank BRI dengan bunga yang tinggi. Mereka juga bisa menyimpan uang dengan imbal hasil yang lebih besar dari pada di taruh di Bank.

Semua yang saya uraikan di atas adalah gambaran kasar usaha saya. Dan semua itu bisa saya capai karena banyak faktor. Tapi faktor terpenting adalah :
1. Karena Allah sayang saya
2. Disiplin tingkat tinggi
3. Trust.

Jika saya tidak dipercaya pasti tidak akan ada orang yang naruh uang kepada saya, dan sampai saat ini saya berusaha selalu menepati semua ucapan saya. Jika karena sesuatu hal yang tidak bisa saya hindari, saya akan selalu bicara dan minta maaf.

Jadi inti dari wiraswasta adalah disiplin dan kepercayaan. Percayalah, jika orang percaya, maka jalan anda akan terbuka dengan sendirinya.

Sebagai penutup, saya ingin teman teman juga mencoba berusaha. Walau awalnya kecil, jika kita konsisten dan tidak cepat putus asa, pasti akan banyak tangan tangan terulur membantu anda. Itu adalah tangan Tuhan...
Kisah yang agak tidak enak tidak usah diceritakan, biar tidak pada takut untuk berwiraswasta 
😁



Salam wiraswasta 💪

Top of Form




                                    ***