by Mohamad Habibi
Ini postingan kedua saya. Semoga cerita saya bisa memberikan manfaat, karena postingan saya semua based on kejadian yang saya alami, alias 100% nyata.
Saya ingat ketika awal-awal saya memulai usaha gara-gara baca bukunya founder dan owner sebuah lembaga bimbingan belajar. Itu sekitar tahun 2000-an. Waktu itu usia saya masih under 25, dan kerja di Jakarta.
Berbekal dengan semangat dan nekad, tahun 2003 saya resign dari pekerjaan dan memulai usaha saya yang pertama di kota kelahiran saya (Semarang) : warnet dan game center.
Ketika usaha saya buka dan ternyata rame, wah hati ini rasanya bangga gak karuan. Saya benar-benar sudah menjadi pengusaha, batin saya kala itu.
Omzet sehari dari 300rb - 500rb. Kalikan saja dengan 30 hari, lalu kalikan dengan jumlah bulan. Untuk ukuran jaman segitu, dan kondisi saya masih bujang (sebenarnya habis diputus pacar sih hehehehehe), itu jumlah yg wow banget.
Ketika usaha saya buka dan ternyata rame, wah hati ini rasanya bangga gak karuan. Saya benar-benar sudah menjadi pengusaha, batin saya kala itu.
Omzet sehari dari 300rb - 500rb. Kalikan saja dengan 30 hari, lalu kalikan dengan jumlah bulan. Untuk ukuran jaman segitu, dan kondisi saya masih bujang (sebenarnya habis diputus pacar sih hehehehehe), itu jumlah yg wow banget.
Dari situ saya ekspansi ke usaha-usaha lain, seperti warung pecel, ternak ayam kecil-kecilan, termasuk percetakan (sudah saya bahas di postingan sebelumnya) dll. Namanya ikhtiar di luar bidangnya, ternyata tetap harus dibekali skill, minimal knowledge (ada juga di postingan saya sebelumnya).
Satu per satu usaha saya yang lain jatuh karena saya tidak bisa mengurus dengan baik, hingga tinggal warnet dan percetakan yang masih bisa bertahan.
Satu per satu usaha saya yang lain jatuh karena saya tidak bisa mengurus dengan baik, hingga tinggal warnet dan percetakan yang masih bisa bertahan.
Dalam masa itu, saya juga sempat mengakuisisi sebuah warnet yang hidup segan mati pun tak mau. Namun ternyata juga tidak berjalan seperti yang diharapkan.
Di sisi lain, mulai muncul warnet dan game center pesaing di sekitar usaha saya. Kue pasar pun terbagi-bagi. Omzet menurun tiap bulan. Setelah 2 tahun, usaha tsb saya tutup dan saya fokus ke percetakan.
Di sisi lain, mulai muncul warnet dan game center pesaing di sekitar usaha saya. Kue pasar pun terbagi-bagi. Omzet menurun tiap bulan. Setelah 2 tahun, usaha tsb saya tutup dan saya fokus ke percetakan.
Dari situ saya belajar bahwa yang namanya usaha itu harus DIRAWAT SEJAK AWAL. Saya "termakan" ajaran bahwa kalo sudah buka usaha, selanjutnya buat sistem supaya usaha bisa berjalan sendiri, lalu ownernya bisa bebas mencari usaha yang lain. Mungkin ada yang pernah dengar istilah : "bisnis jalan, ownernya jalan-jalan".
Well, ajaran itu tidak sepenuhnya salah, hanya saja kondisi itu berlaku kalo di usaha kita setidaknya sudah terbentuk alur SOP yang jelas, termasuk SDM nya sudah bisa dibina.
Kuncinya adalah "SDM yang sudah bisa dibina". Itu dulu. Kalo sudah bisa seperti itu, maka usaha bisa lanjut buat SOP dan tes pelan-pelan. Tapi kalo belum bisa, ya mau tidak mau kita sebagai owner harus turun tangan ngurusin jalannya usaha dari A-Z.
Kuncinya adalah "SDM yang sudah bisa dibina". Itu dulu. Kalo sudah bisa seperti itu, maka usaha bisa lanjut buat SOP dan tes pelan-pelan. Tapi kalo belum bisa, ya mau tidak mau kita sebagai owner harus turun tangan ngurusin jalannya usaha dari A-Z.
Jadi untuk yang memulai usaha, bersyukurlah jika usaha Anda langsung ramai/menunjukkan tren menaik. Selanjutnya, jangan tergoda dulu ke usaha lain. Tergoda wanita/pria lain juga jangan (tapi terserah masing-masing pribadi sih heheheh). Stay focus di usaha Anda. Pertajam insting bisnis di usaha tsb. Rawat dan perjuangkan usaha Anda itu dengan sungguh-sungguh (jika memang Anda memilih untuk fight di situ).
Lalu kapan dong ekspansi ?
Atau kapan ketika kita harus memutuskan menutup usaha ?
Atau kapan ketika kita harus memutuskan menutup usaha ?
Itu nanti saya tuliskan di postingan lain saja ya
No comments:
Post a Comment